demon search engine

Loading

Rabu, 29 Juli 2009

benang

Kusut masai, mengkarut, pelik. Begitulah yang dirasa, yang dipikir ketika melihat gumpalan benang yang saling menaut, tak berbentuk. Tak tau ujung, tak tau pangkal. Memandanginya saja malah membikin mual, harus diapakan ?. Apalagi ketika larut didalamnya. Namun, sejatinya ada perasaan menyenangkan saat bergumul untuk mengurai ke-kusut-ruwetan itu. Berbagai cara, ide, bermunculan untuk membuatnya menajadi benang yang utuh kembali. Entah itu akan mendapatkan sehelai benang, atau malah menjadi beberapa utas benang lainnya.
Benang kusut, benang yang dikusutkan membuatku berpikir untuk mencari cara mengurainya. Kali pertama sempat terpikir untuk menggantinya dengan benang yang baru, sama sekali baru. Namun kemudian teruyak pemikiran, apakah benang baru itu serupa dengan benang itu ?, adakah ke-khas-an yang sama ?. Benang yang dijalin dari kapas yang dipanen para pengrajin kapas dari pohon yang disemai pupuk organik, atau yang disemai dengan pupuk sintesis ?, yang dipilin dengan pemilin sederhana ataukah dengan mekanisasi pabrik sekaliber AKSARA ?, yang dipasarkan dengan juluran kabel elektronika ataukah dari desau penjaja yang santun ?. Adakah benang itu terlalu panjang membentang ?.
Benang, ya benang !!!, dengan realitasnya sendiri, utuh, seru para empiris, benang apapun pasti memiliki satu jiwa benang yang sama, desir idealis. Walah, benangku yang kusut atau yang aku kusutkan sendiri takkan pernah sama dengan benang kusut lainnya. Sekalipun helaiannya tak sekokoh tali jangkar kapal, sekalipun warnanya tak sebersih sun-clean, sekalipun bentangannya tak sepanjang tali baja jembatan Manhaattan yang ambruk Agustus 2007 lalu, dialah benangku. Yang merebakkan cerita dari kusut masainya, ruwet-ngamprednya. Pilinannya langsung menghujam ke ulu hati setiap kali berada diantara ujung telunjuk dan jempolku. Menjalarkan getaran-getaran aneh ke seluruh nadi, lantas memompa jantung dan otak. Akan kuurai seruwet apapun, segetas apapun, spucat apapun. Tidak untuk menyokong kancingku, men-som lipatan celanaku. Hanya kuurai saja, menjadikannya seperti semula, untuk kemudian kujalin pada aliran vena dan arteri, semerah darah !!!.

nuzul
_djatinangor280608

Jiwa

Untukmu
Jiwa, apakah susunan dari keping-keping dusta ?, sepetak halma beraneka warna yang disokong fondasi hitam-putih ?. Menakar setiap strategi dengan denting koin disisimu, yang memutar terus di otakmu. Bertaruh untuk mendapatkan hasil yang kau inginkan. Mencari pola agar terbaca, bahwa setiap tanya mengandung jawab, bahwa setiap perjuangan memerlukan pengorbanan !!!, menjijikkan !!!
Jiwa, tempat repihan rasa ditumbuhkan, seakan menghidupi, dibesarkan potensinya dalam derit waktu. Meruangkan dirinya sebagai celah, bilik, atau malah labirin tak bernama yang meninabobokan raga. Jika memang jiwa berada dalam hati sebagai materia, kukutuki satu organ tubuh itu sebagai tempat transit darah semata. Mendegup keras bila gelembung-gelembung ion kurang mencukupi kuota di rongganya. Dipompa adrenalin yang dijuluki hasrat.
Jiwa, sekali lagi, apakah susunan dari keping-keping dusta ??. Membobol otak tempat pikiran bersingasana. Merangsang indera berdasar jalinan neuron di cangkangnya. Gila!!!, kopi, gula, tembakau, aliran kata, dan sebagainya membumbungkan jelaga ke ujung pena. Melaritkan bait-bait purba bernama jiwa; yang darinya segala petaka dibela.

Dan untuk ketiga kalinya dari awal prosa ini, jiwa, apakah susunan dari keping-keping dusta ???, yang menjingkrakkanmu di atas panggung bernama sandiwara ?, memainkan rentetan lakon tanpa kenal lelah ?, malah menikmatinya ?.
Kutorehkan prosa ini karena segala kepercayaan yang tidak kupercayai atas nama jiwa menyeruak untuk menyangkalnya. Dan ia bernama jiwa. Yang berkali-kali kubunuh, terus tumbuh seperti gurita di Gamehouse Turtle Bay. Cukup Ya dan Tidak sebenarnya. Agar kekaburan ini makin mengabur. Karena Ya adalah sangkalan atas Tidak. Dan Jiwa adalah sangkalan bagi panca indera, musuh besarnya.
Tidaaakkkk!!!

nuzul
_djatinangor290508